Pertanyaan itu tentunya sudah sering kita dengar, entah
itu dari dosen, teman ataupun tetangga. Hanya satu pertanyaan, namun memberikan
beragam jawaban dari tiap-tiap mahasiswa. Jawaban terpopuler adalah “mencari
ilmu”, dan jawaban yang paling logis menurutku untuk keadaan saat ini adalah “mencari
ijazah”.
Tak
dapat dipungkiri lagi, bahwa satu-satunya tujuan kita mengenyam pendidikan
tinggi adalah selembar kertas pengakuan (ijazah) dan gelar akademis. Jika hanya
ilmu yang kita cari, tak perlulah repot-repot mengeluarkan uang banyak untuk
biaya kuliah karena ilmu dapat kita temukan dimana-mana. Ilmu atau pengetahuan
dapat kita temukan di pasar, saat ngobrol dengan tukang becak, di hutan ataupun
saat sedang dijalanan.
Pemahaman
seperti itulah yang saat ini membuat seorang mahasiswa tak lebih baik dari
seorang tukang becak. Tahu kenapa?, karena tak sedikit mahasiswa yang sudah
melupakan tugasnya, bahkan mereka tak tahu apa kewajiban seorang sarjana. Selain
Tridharma
Perguruan Tinggi, tugas seorang sarjana adalah untuk berpikir dan
menemukan sesuatu yang baru. Lantas apa yang sudah kita pikirkan, lakukan, dan
kita temukan sampai saat ini.
Cara
berpikir seorang sarjana atau mahasiswa seharusnya tidak hanya sebatas
bagaimana bisa mengerti, memahami dan mendapatkan nilai yang baik. Tugas kita
sebagai mahasiswa tidak hanya pendidikan, masih ada penelitian dan pengabdian
masyarakat. Jika seorang mahasiswa hanya berorientasi pada nilai, maka dia
tidak akan pernah bisa menghiraukan poin ke-2 dan ke-3 dari Tridharma
Perguruan Tinggi. Saya tidak menyalahkan ataupun iri dengan mahasiswa
yang mempunyai nilai IPK lebih tinggi dari saya. Karena saya juga melihat dan
tahu bahwa masih banyak mahasiswa ber-IPK tinggi yang bisa menjalankan tugas
dan kewajibannya, meski tak sebanyak mahasiswa yang lalai.
Merekalah
yang menjadi persoalan, para mahasiswa yang hanya berorientasi pada nilai yang
pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik. Jika
sudah begitu, apa bedanya mereka dengan para penjilat yang suka melobi
sana-sini. Tugas kuliah diselesaikan dengan hanya mencomot pekerjaan orang lain,
laporan Praktek Kerja Lapang ditulis sesuka hati, hingga Skripsi hanya menjadi
formalitas yang tak pernah dihiraukan lagi ketepatan informasinya. Data skripsi
di-smoothing sana-sini, laporan tak
sesuai dengan penelitian tak masalah yang penting jadi. Dosen pembimbing
dibohongi dengan data yang tak lagi asli, lebih tragis lagi laporan abal-abal diterbitkan dalam jurnal
ilmiah dan dibahas dalam forum diskusi.
Bukan aku
bermaksud menjatuhkan wibawa para mahasiswa, namun itulah fakta yang ada dan
aku jumpai saat ini. Aku sendiri juga masih seorang mahasiswa, bahkan aku
mahasiswa tua yang tak kunjung wisuda, namun aku tak ingin melakukan hal yang
serupa. Hal-hal yang tak seharusnya dilakukan seorang mahasiswa, calon penerus
bangsa.
Melalui
tulisan ini, aku ingin mengajak kalian semua untuk kembali mengingat, memahami
dan melaksanakan tugas seorang mahasiswa. Jangan sampai kita terjerumus menjadi
seorang yang oportunis dan kapitalis yang hanya mementingkan diri sendiri.
Marilah kita bersama membangun negeri, dengan kekuatan yang ada pada diri kita
masing-masing, pada bidang yang kita kuasai. Jangan terlena dengan segala bujuk
rayu yang dapat melunturkan idealisme kita saat masih menjabat sebagai
mahasiswa. Mari kita buktikan bahwa kita ini mahasiswa yang baik, sopan, dan
bertanggungjawab pada lingkungan sekitar.
No comments:
Post a Comment